Cinta Yang Terpisah
CINTA YANG TERPISAH
Oleh: Havid Mustofa
Andi pun bersekolah di
SMA Negeri Klakah bersama dengan Anita. Ini awal mula kisah seorang lelaki yang
baru menamatkan sekolah menengah pertamanya
dan memulai memasuki masa remaja. SMA adalah tujuan pendidikan selanjutnya.
Berbagai macam sekolah menjadi pilihan. Dari sekolah yang favorit sampai
sekolah pinggiran yang akhirnya menjadi tempat dia untuk menimba ilmu. SMAN
Klakah atau Andi bisa menyebut SMAKLA.
Smakla adalah satu-satunya sekolah negeri yang menampung siswa dari
berbagai daerah, dan menampung sisa-sisa siswa yang tidak diterima di sekolah
favorit. Smakla menjadi tempat bagi Andi dan Anita sebagai tangga selanjutnya
untuk mencapai cita-cita mereka berdua. Tempat dimana mereka berdua untuk menambah teman, tempat bercanda, tempat
nongkrong setiap harinya.
Di
dunia ini pasti ada yang pertama. Pertama kali pacaran, pertama kali belajar
sepeda dan pertama kali masuk SMA. Hari itu Andi diharuskan untuk datang pagi
sekali, mau tidak mau Andi harus sampai di sekolah sebelum pukul 06.00 WIB,
Karena kakak-kakak OSIS yang galak sudah menunggu di depan pintu gerbang
sekolah. Pilihan Andi hanya dua, datang tepat waktu atau terlambat dan menerima
hukuman yang tidak masuk akal serta memalukan. Andi datang pagi-pagi dengan
membawa peralatan yang terbuat dari karton seperti baju dari karton, tas dari
kardus mie, topi dari karton, dan kalung dari bawang.
Andi
memulai kehidupan SMA berawal dari lapangan MOS atau Masa Orientasi Siswa.
Seluruh siswa dibentuk menjadi beberapa kelompok atau regu, Andi dan Anita
berada dalam satu kelompok yaitu kelompok Majapahit. Memang pada saat itu
temanya tentang kerajaan, jadi ada kelompok Mataram, Sriwijaya, Singosari dan
lainnya. Andi berada di kelompok Majapahit
maka aksesoris yang Andi kenakan harus berwarna kuning, baju karton, topi
karton dan tas kardus harus berwarna kuning. Kelompok Majapahit berjumlah 38
siswa menurut kertas yang tertempel di papan pemberitahuan.
Hari
itu Andi berangkat ke sekolah tak sepagi hari-hari sebelumnya. Kakak-kakak OSIS
juga sudah tak menunggu di depan gerbang. hari itu Andi resmi menjadi siswa SMA, sudah tidak di MOSi
lagi. Dengan basmalah Andi melangkah dari rumah menuju ke sekolah. Sesampai di
sekolah mata Andi tertuju ke mading sekolah yang sudah dipenuhi teman-teman.
Hari itu penentuan kelas, penentuan wali kelas dan penentuan teman sebangku.
Nama Andi tertera di absensi kelas x-4, tepat di atasnya ada siswi yang bernama
Anita Anggarini. Andi pun bergegas menuju kelas x-4. Sesampai di kelas, Andi
melihat setiap bangku yang sudah di duduki oleh para siswa baru. Dia juga
melihat Anita yang duduk di bangku depan
nomer dua. Dia melambaikan tangannya sambil tersenyum kepada Andi seolah-olah
ingin berkata “hai Andi”. Andi juga melambaikan tangannya dan membalas
senyumannya. Andi kebingungan mencari tempat duduk, tetapi itu tak berlangsung
lama disela-sela kebingungannya, ada seorang bocah yang duduk di belakang Anita
menawari tempat duduk untuk Andi.
Seperti
biasa Andi dan Anita selalu bersaing dalam mata pelajaran. Di sisi lain Andi
juga bersaing untuk mendapatkan hatinya Anita yang memang ia pendam sejak di
bangku SMP. Karena bersekolah di SMA yang sama, Andi sering diajak belajar
bersama oleh Anita. Seperti sore itu sepulang sekolah, Anita mengajak Andi
untuk belajar bersama di rumahnya. Andi sudah sering sekali mendapat ajakan
untuk ke rumah Anita. Tetapi baru kali ini Anita mengajak Andi untuk datang ke
rumahnya untuk belajar bareng. Andi pun tidak menyia-nyiakan kesempatan
tersebut.
Sore itu mentari menyinarkan cahayanya dengan
cerah. Belaian angin sepoi-sepoi
berhembus melelapkan setiap mata yang terbuka. Burung-burung berterbangan di udara
seakan-akan tak mau menyia-nyiakan kesempatan yang langka tersebut. Andi yang
sedang terlelap dalam tidurnya di bangunkan oleh ibunya untuk melaksanakan
sholat ashar.
“
ndi, bangun nak. Sudah setengah lima. Saatnya sholat ashar.” Ibu andi
membangunkan sambil menggoyang-goyang tubuh Andi.
Setelah
agak lama akhirnya Andi bersedia juga untuk membuka kedua kelopak matanya. Andi
bergegas menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Dengan sekuat tenaga ia
menimba air dari sumur yang terletak didekat kamar mandi. Setelah dirasa cukup, ia berhenti menimba dan
langsung melakukan ritual wudhu.
***
Hari
sudah gelap. Anak-anak kecil mulai berhamburan keluar dari surau. Setelah
selesai solat isya’ Andi berpamitan kepada ibunya, minta izin untuk pergi
kerumah Anita.
“bu,
aku pamit mau kerumah Nita bu. Tadi siang dia mengajak aku untuk belajar
bersama dia.” Pamit Andi.
“ia
nak, hati-hati di jalan ya.” Saut ibunya.
Andi
melangkahkan kakinya menuju rumah Anita. Di tengah jalan ia bertemu dengan
Movi.
“mau
kemana mov.” Tegur Andi.
“
eh Andi, mau ke rumah rofik ndi. Kamu sendiri mau kemana ndi?” Movi balik
bertanya.
“
aku mau ke rumah si nita mov, dia mengajak aku belajar bareng.” Jawab andi
sambil tersenyum.
“
hemmm,, tambah dekat saja kalian berdua. Dan kini aku mulai dilupakan
kayaknya.” Timpal Movi sambil tertawa.
“
bukan gitu kawan. Kita kan gak satu sekolah lagi. Dan kebetulan aku satu
sekolah dengan Nita, dan Nita minta belajar bareng. Masa aku mau nolak? Kan gak
enak sendiri nantinya.” Jawab Andi sambil tersenyum.
“
hahaha.. ia aku paham kok. Lagian tadi hanya bercanda. Hehe. Yaudah kita
lanjutkan perjalanan kita masing-masing ya” kata Movi seraya tersenyum.
Setelah
melambaikan tangannya, Movi semakin menjauh dan menghilang di telan malam yang
hitam. Andi pun meneruskan perjalanannya menuju rumah Anita. Selama perjalanan
ia teringat terus bayangan wajah si Anita. Bayangan wajah wanita yang ia
dambakan sejak di bangku SMP itu menemani selama perjalanan. Tak lama kemudian
dari kejauhan terlihat bangunan rumah dengan cahayanya yang menyala-nyala,
rumah Anita sudah kelihatan. Sebelum memasuki rumah, Andi menghaturkan salam
terlebih dahulu.
“assalamualaikum”.
Andi mengucap salam.
Lama
tak ada jawaban. Hingga Andi mengulangi ucapan salamnya. Setelah agak lama
menunggu, akhirnya terdengar juga jawaban dari dalam. Dan suara itu sudah
familiar sekali di telinga Andi, suara itu tak lain adalah suara Anita.
Terdengar suara kunci diputar dan perlahan pintu rumah terbuka. Muncul sosok
wanita idaman dengan rambut yang di ikat tambah membuat hati Andi berdebar
ketika dipersilahkan masuk. Setelah Andi mengeluarkan buku catatannya, mereka
berdua memulai belajar barengnya. Malam itu mereka berdua belajar pelajaran
bahasa Indonesia.
“jadi
frasa dan klausa itu beda ya ndi?” Tanya Anita.
“iya
beda nit, kalau klausa itu memiliki satu predikat, sedangkan frasa tidak harus
mempunyai predikat” jawab Andi seraya tersenyum.
Belajarnya
berjalan lancar-lancar saja, tetapi ketika Anita bertanya sambil menatapnya,
Andi tampak gugup dan gemeteran. Andi merasakan getaran halus mengobrak-abrik
perasaannya. Andi lebih sering menatap dan memperhatikan Anita dibanding
menatap buku catatannya. Hingga akhirnya jam dinding berdentang yang seolah
mengatakan bahwa pada saat itu waktu menunjukkan pukul Sembilan. Di saat itu
juga hati kecil Andi menggerutu, karena dia harus terusir oleh waktu yang
dirasakan begitu singkat. Dengan perlahan Anita mulai menutup buku catatannya.
Andi pun juga mengemasi buku-bukunya dan ditaruhnya ke dalam tasnya yang
berwarna hitam. Andi meminta izin pulang.
“om,
tante, aku pamit mau pulang” Andi dengan sopan meminta izin pulang.
“oh
iya nak Andi, terimakasih sudah mampir ya. Sering-sering belajar bareng si
Anita ya.” Kata ibunya Anita.
“insyaallah
te, ya sudah Andi pamit pulang. Assalamualaikum” ucap Andi.
“waalaikumsalam”
jawab keluarga Anita.
Andi
pun melangkahkan kakinya meninggalkan rumah Anita. Di dalam perjalanan ia tak
henti memikirkan Anita. Hatinya berbunga-bunga
ketika mengingat setiap perkataannya, setiap pertanyaannya, dan setiap
mengingat wajahnya. Sesekali ia menengok ke belakang berharap Anita masih
berdiri menatap kepulangannya.
Sesampainya
di rumah, Andi langsung menuju ke kamarnya untuk tidur. Sebelum tidur ia berdoa
berharap bisa memimpikan Anita. Berkali-kali ia berusaha untuk tidur dan
menutup kelopak matanya. Ketika menutup kelopak matanya ia terbayang wajahnya
Anita, dan kalau tidak menutup matanya dia gak bisa tidur. Akhirnya ia
memutuskan untuk membiarkan kelopak matanya tetap terbuka. Diambilnya buku
bacaan sebagai alasan agar terlihat ketiduran ketika sedang membaca buku. Tak
lama kemudian ia tertidur. Setiap hari cinta Andi semakin menjadi, ia seolah
tak ingin mengalihkan pandangannya. Ia ingin selalu memandang keelokan paras
seorang Anita sahaja.
Suatu
hari, Andi memberanikan diri untuk menyatakan cintanya yang sudah dipendam
sejak lama. Ternyata Anita memberikan respon juga. Diam-diam ternyata Anita
juga memendam perasaan terhadap Andi. Ia juga merasakan getaran-getaran cinta
di dada. Akhirnya mereka menjalin hubungan. Mereka menjadi sepasang kekasih
yang belum halal. Sejak itu mereka berdua selalu bersama-sama, pulang
sekolah,berangkat sekolah, selalu bersama-sama. Mereka hampir setiap malam
selalu belajar bareng. Semua berjalan dengan lancar hingga dua minggu lamanya.
Hingga suatu hari orang tua Anita tahu kalau mereka itu pacaran.
“nak,
kamu dan Andi ada hubungan apa? Kok menempel terus?” Tanya bapaknya Anita.
“gak
ada hubungan apa-apa kok pak” jawab Anita
“beneran?”
Tanya bapaknya nita lagi
“benar,
bapak.” Jawab Anita mencoba meyakinkan bapaknya.
“kemarin
aku lihat kalian berpegangan tangan waktu pulang sekolah, itu apa maksudnya?”
Tanya bapaknya Anita.
“ayo
jawab nak” ucap ibunya Anita yang melihat Anita duduk terdiam tanpa menjawab
pertanyaan bapaknya. Berulang-ulang ayahnya Anita mendesak dengan pertanyaannya
hingga Anita meneteskan air matanya.
“
maafin Nita pak, sebenarnya aku dan Andi sudah pacaran sejak dua minggu yang
lalu. Maafkan Nita yang lancang tidak minta izin dari bapak dan ibu” ucap Anita
dengan suara tersendat-sendat.
“bukannya
bapak tidak setuju kamu pacaran dengan siapapun. Tapi kamu harus memberi tahu
kami sebagai orang tuamu nak. Nak Andi itu orangnya baik. Siapa sih yang gak
menyukainya. Tetapi kamu harus ingat nak, kamu masih kelas 1 SMA. Kamu masih
bau kencur. Saya harap, kamu kembali menjadi teman Andi saja. Aku gak mau
melihat kalian berpegangan tangan lagi.” Ucap bapaknya Anita sambil melangkah
menuju kamar dan meninggalkan Anita yang sedang sesenggukan menahan isak
tangis.
Keesokan
harinya di sekolah, Anita menyampaikan kepada Andi, apa yang terjadi semalam.
“ndi,
bapak gak mau melihat kita pacaran” ucap Anita singkat.
“loh
kenapa nit?” Andi berbalik bertanya.
“kemarin
bapak melihat kita berpegangan tangan. Bapak tau kalau kita pacaran. Makanya
bapak gak merestui hubungan kita.” Jawab Anita.
“mulai
sekarang kita berteman saja, seperti hari-hari sebelumnya. Seperti waktu empat
minggu yang lalu”. Lanjut Anita.
Seketika
andi terdiam membisu mendengar pernyataan Anita. Andi merasa dirinya disambar
1000 halilintar. Perlahan air yang membeku di ujung kelopak matanya kembali
meleleh membasahi pipinya. Dalam membisunya Andi, Anita mencoba meraih tangan
kanan Andi. Dipegangnya erat-erat sambil berkata.
“sumpah
aku tak bermaksud menyakiti perasaanmu ndi. Aku mohon mulai sekarang lupakanlah
aku”.
“bagaimana
aku bisa melupakanmu sementara kamu memberi begitu banyak kenangan yang tak
mampu ku hapus” bantah Andi.
Mereka
berdua sama-sama meneteskan air mata. Menangis pilu di habiskan mereka berdua.
Lama mereka membisu dalam diam. Lambat
laun Andi mulai mencoba melepaskan dekapan kedua tangan Anita. Dengan kedua
tangannya ia mengusap wajahnya yang penuh air mata. Ia mulai berkata dengan
ikhlas.
“baiklah,
mulai sekarang mari kita berteman”. Kata Andi.
Hanya
kalimat itu yang terucap dari mulutnya dan dia meninggalkan Anita yang duduk
sendirian. Tanpa menoleh ke arah Anita, Andi melangkahkan kakinya menuju ruang
kelas. Di dalam kelas ia duduk membisu merenungi kejadian beberapa menit
sebelumnya. Ia renungi setiap perkataan Anita. Ia mencoba menerima dan ikhlas
meninggalkan Anita menuju arah pertemanan yang di minta Anita. Perasaannya
bercampur aduk antara sedih, bingung, kecewa, dan rasa-rasa yang lain.
***
Sudah
dua minggu sejak proklamasi pertemanan di ucapkan oleh Anita. Andi semakin
aktiv di kelas. Setiap pertanyaan gurunya dia jawab dengan 0,01 % tingkat
kesalahan. Dalam diam Anita menyesalkan ucapannya dua minggu yang lalu. Ia selalu
merasa kesepian, merasa risih berteman dengan kesendirian.
Hari-hari
selanjutnya Anita tidak menampakkan dirinya di kelas. Sudah seminggu dia tidak
masuk sekolah membuat Andi menyimpan tanda Tanya yang besar dalam benaknya. Kemanakah si Anita? Pertanyaan itu
selalu terbayang di benaknya dan pertanyaan itulah yang memberangkatkan kakinya
untuk menjenguknya di rumah.
“assalamualaikum”
sudah menjadi kebiasaan Andi untuk melantunkan kalimat salam sebelum bertamu.
Tidak menunggu lama untuk mendapatkan jawaban.
“Wa’alaikumsalam”
jawab ibunya Anita. “eh nak Andi, sudah lama tidak main kesini. Bagaimana kabar
orang tuamu?” lanjutnya
“Alhamdulillah,
ibu sehat wal afiat” jawabnya
Di
dalam ruangan utama Andi disambut oleh bapaknya Anita dan juga kakaknya Anita.
Tanpa banyak ngoceh Andi langsung mengutarakan niatnya. Bertanya keadaan Anita,
kok sudah seminggu tidak masuk sekolah. Tanpa keterangan lagi.
“duh
gimana ya… Anita sakit nak. Niat ibu sih mau nitip surat izinnya ke kamu, tapi
si nita melarangnya. Katanya tak enak hati menitipkan surat ke orang yang telah
dipisahkan”. Jawab ibunya
“nita
sakit memikirkan dirimu dek” sela kakaknya Anita sambil tersenyum lebar.
“sekarang
nita dimana bu? Boleh aku melihat keadaannya?” kata Andi.
Andi
pun diantar ke kamar Anita. Di kamarnya, Anita terlihat pucat, lemas tak
bertenaga.
“gimana
kabarnya?” andi membuka percakapan.
“seperti
yang kamu lihat”. Jawab Anita lemah.
“kamu
sudah minum obat?” lanjut Andi.
Anita
menggelengkan kepalanya dan memperlihatkan obatnya yang masih utuh.
“kenapa
gak diminum? Tanya andi lagi.
Anita
tak menjawabnya. Air matanya mengalir menembus bendungan di kelopak matanya.
Dengan cekatan andi mengusap air mata tersebut dengan tangannya yang coklat.
Ibunya yang sejak tadi berdiri di belakang Andi, melangkahkan kakinya keluar
membawa air mata. Dia tak tega melihat sepasang kekasih yang pernah
dipisahkannya.
“kamu
sudah makan?” Tanya Andi.
Anita
kembali menggelengkan kepalanya.
“kamu
mau makan? Sini aku yang suapin”. Lanjut Andi
“gak
usah repot-repot ndi. Kamu sudah terlalu baik bagiku”. Terdengar suara lemah
Anita yang dipaksa-paksakan.
“loh
kok Anita sekarang gak mau makan. Ayo dong makan satu sendok saja. Biar cepat
sehat. Teman-teman di sekolah sudah menunggu Anita. Katanya, mereka kangen
bercanda dengan kamu”. Kembali mata andi meneteskan air matanya.
Terlihat
senyuman Anita yang indah. Matanya sayu. Anita mencoba menggerakkan tangannya
untuk menyentuh wajah Andi. Melihat itu Andi meraih tangan Anita dan
menempelkannya di wajahya. Lukisan senang terpampang di wajah Anita ketika
menyentuh wajah Andi. Ia tersenyum kemudian menangis lirih.
“kenapa
menangis nit?” Tanya Andi.
“nggak.
Nggak apa-apa kok” Anita semakin meledakkan tangisannya.
“lalu
kenapa menangis kalau tidak kenapa-kenapa?” kata Andi.
“aku
takut ndi. Aku takut ini terakhir kali aku melihatmu. Aku takut….”
“hustttt…..”
Andi menutup mulut Anita dengan telunjuknya. “kamu tak boleh berbicara seperti
itu. Aku masih ingin melihat senyumanmu.” Andi mulai menangis juga.
***
Anita
pun tenang. Selama 34 menit ia bercanda tawa dengan Andi. Hingga dia berkata
dia capek, dia mau istirahat, dia mau tidur. Andi pun meninggalkan kamarnya.
Meninggalkan dia sendirian. Andi juga pamit ke orang tuanya. Andi pun pulang.
***
Sore
itu andi duduk-duduk di beranda rumahnya. Ia memutar kembali kenangan sejak ia
kenal dengan Anita. ia duduk sambil minum kopi yang dibuatnya sendiri. Dari
kejauhan ia melihat kakaknya anita berlari menuju ke arahnya. Berkata dengan
gugup ia :
“dek
andi, nita-anita-si nita-… nita sudah tidak ada”
Andi
berlari sekencang-kencangnya menuju rumah Anita. ia tak menghiraukan kakaknya Anita.
sesampainya disana, dia mendapati kedua orang tua Anita sedang menangis. Andi
pun tak kuasa membiarkan pipinya di basahi air mata.
Ibunya
Anita merangkul Andi dan menyuarakan pengaduannya terpatah-patah:
“tadi
nak, tadi waktu, waktu aku menunggui Anita, Anita merasa terganggu. Dia menyuruh
aku dan bapaknya pergi meniggalkannya. Dan waktu tadi, waktu kakaknya
mengantarkan, kakaknya mengantarkan nasi, nita sudah tidak ada”
Andi
pun semakin menangis. Dia juga membalas pengaduannya:
“
yang kuat ya bu, semua sudah menjadi kehendak-Nya. Kemarin lusa di juga bilang
takut gak bertemu lagi. Dia meminta menyentuh wajahku untuk terakhir kalinya”.
Sebentar
kemudian, rumah sudah dipenuhi oleh pelawat. Dan mereka dikelilingi oleh
pelawat itu.
***
Seminggu
setelah kematian anita, bapaknya anita menemui andi di beranda depan rumahnya
andi.
“
aku minta maaf ya nak andi, gara-gara aku anita menjadi tiada”
“
semua sudah menjadi kehendak-Nya, semua yang hidup akan mati” kata andi.
“
ia, innalillahiwainnailaihi raji’un.. tapi gara-gara aku memisahkan kalian
berdua, anita menjadi sakit. Dan setelah sakit, dia meninggal dunia”. Lanjut
bapaknya anita.
Lama
tidak ada suara, hingga akhirnya ayah anita memutuskan untuk meninggalkan rumah
andi.
Andi
pun masih terdiam merenungkan, memikirkan, dan mencoba untuk menerima kepergian
anita.
***
Komentar
Posting Komentar