Saya Pernah Nakal
Saya
Pernah Nakal
Ribuan
cahaya bintang bertaburan di langit gelap. Angin malam membuat udara dingin tak
seperti biasanya. Malam ini aku kembali kesusahan memejamkan kedua mataku.
Bersama ribuan cahaya bintang aku melamun, mengingat peristiwa-peristiwa masa
kecil dulu. Masih kuingat, aku pernah nakal waktu masih kecil dulu. Sengaja aku
mengenang masa-masa nakalku waktu kecil, lantaran karena aku kesulitan tidur
mala mini.
Waktu itu aku masih berusia 12
tahun. Waktu itu aku masih mengaji di sebuah surau, yang mana aku bersama
teman-temanku menginap di surau itu tatkala malam hari. Bersama dengan teman-temanku
aku berbagi kenakalan-kenakalan yang masih kuingat sampai saat ini. Masih
kuingat ketika malam-malam aku dan teman-temanku membuat gaduh, suara bising di
dalam surau. Mulai dari bermain bola yang terbuat dari sajadah, bergurau
melewati batas, kami membuat gaduh di tengah malam. Sudah menjadi kebiasaan
ketika menginap di surau, kami tidur sampai larut malam. Kegaduhan yang kami
buat membuat keluarga kyai merasa terganggu dari tidur pulasnya. Kami pun kena
marah, dengan sebilah rotan kyai memberi hukuman pukulan kepada kami. Namun
kami tak pernah jera, dan masih melakukan kegaduhan keesokan harinya.
Kadang kami merasa bosan melakukan
kegaduhan di malam hari. Sebagai gantinya, kami melakukan aktivitas lainnya
sampai kantuk melanda. Seperti suatu malam ketika perut kami mulai keroncongan.
Ya, kami lapar di jam tengah malam. Salah satu dari kami harus mencari makanan
untuk mengganjal perut kami. Kadang kami harus mencuri mangga, mencuri
singkong, mencuri rambutan, dan mencuri apa saja sesuai musim yang sedang
berlangsung. Walaupun kelakuan kami adalah salah, namun bagi kami begitu
menyenangkan ketika dilakukan secara beramai-ramai.
Kenakalan kami bukan hanya berlaku
pada malam hari, siang pun kami tetap beraksi. Seperti pada hari itu, aku
bersama beberapa temanku bermain di sungai. Awalnya hanya untuk berenang sambil
menangkap ikan-ikan kecil yang hidup di sungai. Sungguh beruntung, karena pada
saat itu ada seorang wanita yang sedang mencuci dan mandi di sungai. Bocah
nakal seperti kami, selalu puny aide kreatif untuk berbuat nakal. Siang itu
kami bermain buaya-buayaan, suatu tingkah yang mirip dengan buaya ketika sedang
mengintai. Ya, kami suka mengintai wanita yang sedang mandi pada saat itu.
Seluruh badan kami selamkan ke dalam air, kecuali bagian kepala mulai dari
hidung sampai ke atas. Kami semakin senang ketika yang mandi adalah perempuan
cantik nan seksi. Kami tambah semangat bermain buaya-buayaannya.
Sebagai bocah nakal, tentunya aku
mempunyai sikap tidak patuh kepada orang tua. aku bisa patuh ketika orang tua
memanggil dengan tangan sambil memegang sebuah rotan. Ya, aku lebih takut rotan
itu menyangkut di tubuhku. Sudah sering tubuhku disambar rotan, sehingga rotan
yang terpegang oleh tangan orang tuaku lebih menakutkan daripada hantu terseram
yang berkeliaran di malam jumat legi. Pernah suatu hari rotan itu bersarang di
tubuhku. Lantaran karena aku terlambat pulang ke rumah. ya, pada hari itu aku
terlalu ayik bermain PlayStation 2, sehingga lupa waktu. Sesampai di rumah aku
disuruh makan terlebih dahulu. selesai makan, aku disuruh mandi. Setelah mandi
itulah rotan itu bersarang di tubuhku dan meninggalkan warna merah pada
tubuhku.
Di sekolah pun aku juga sering
bolos, setiap minggu. Bahkan aku rela berpura-pura sakit hanya untuk mendapat
ijin pulang lebih awal dari biasanya. Aku masih hafal betul jadwal aku bolos.
Pada hari rabu setelah istirahat aku pasti kabur dari kelas. Aku rutin bolos
pada hari itu sehabis jam isirahat. Aku melakukannya karena tidak suka terhadap
guru yang mengajar setelah jam istirahat itu. Gurunya killer, banyak
teman-temanku yang tidak suka pada guru itu, karena sering marah-marah tak
jelas ketika di dalam kelas. Oleh karena alasan itulah aku rutin bolos di hari
rabu jam sehabi istirahat pertama.
Begitu juga dengan hari senin, hari
yang paling memuakkan bagiku. Karena hari tersebut adalah hari sepatu harus
berwarna hitam, hari dasi dan topi harus menempel di tubuh. Aku tidak terlalu
suka dengan upacara bendera, berdiri di tengah lapangan di bawah panasnya
matahari. Bagiku itu adalah hal yang membosankan.
Komentar
Posting Komentar