Bromo Yang Tertunda
BROMO
YANG TERTUNDA
Siang itu di kantin kampus, kami nongkrong sambil ditemani segelas es kopi sachetan. Obrolan unfaedah tentang masa-masa maba mengalir deras seiring kekuatan ingatan mengingat. Kami bertukar tawa dan bertukar olokan yang dilontarkan sebagai bumbu obrolan. Di akhir pertemuan tersebut, aku berucap bahwa esok akan pulkam. Dua orang kawanku meresponnya bahwa mereka mau ikut ke rumah. Fix esoknya aku pulang kampong bersama kedua kawanku. Ditengah perjalanan sebuah ide tanpa rencana muncul, kami ingin ke wisata bromo yang kebetulan agak dekat dengan rumahku, sekitar 3 jam perjalanan menggunakan sepeda motor dengan kecepatan ngebut. Sebenarnya aku sudah pernah ke bromo dua kali, yang pertama waktu SMA dengan menggunakan elf bersama rombongan kawan-kawan SMA, yang kedua kalinya aku bersama kawan-kawan di kampus dengan menggunakan sepeda motor. Kedua perjalananku tersebut tertempuh lewat jalur Probolinggo. Nah, kemarin itu aku pengen mencoba lewat jalur Lumajang.
Oke. Perjalanan menuju Bromo jalur Lumajang kali ini sampai
di Terminal Tawang Alun, kendaraan agak rapat, dan temanku hampir menabrak
bokong Lin Kampus (angkutan umum) yang tiba-tiba muncul akibat menyalip
kendaraan di depannya. Temenku kaget dan menarik tuas rem sekencang mungkin
guna menghindari cipokan antara sepedanya dengan pantat Lin tersebut. Alhamdulillah,
temanku tidak sampai terjatuh.
Perjalananpun mulai menyusuri sungai bondoyudo yang
mengalir sepanjang Lumajang Jember. Disini biasanya terdapat pemandangan orang
mandi di kali ataupun eek di kali. Kali atau sungai berfungsi sebagai kamar
mandi yang memiliki fasilitas bak mandi dan wc. Wkwkwk. Perjalanan lumayan lancar
karena jalur sedang sepi. Sekitar pukul sebelas, kami tiba di Lumajang, kami
pun mengampiri indomaret untuk meneduh sebentar sambil menyegarkan kerongkongan
kami.
Ditengah-tengah kesadaran, kami ingat bahwa kami punya
teman sejurusan, sefakultas, seuniversitas, dan seangkatan yang rumahnya dekat
dengan tempat pemberhentian kami. Tanpa berpikir panjang, kami langsung
mengontak teman kami melalui aplikasi whatsapp. Dia meresponnya dan mengajaknya
untuk mampir di rumahnya. Karena kebetulan kami juga agak lapar, kami pun tidak
sungkan untuk tidak menolak tawaran tersebut. Berbekal map yang di share lewat
aplikasi whatsapp tersebut, kami menyusuri aspal menuju rumahnya. Kami pun
dihantarkan oleh map sesuai yang diharapkan. Setelah menunggu sebentar, dia pun
muncul di gang rumahnya.
Dirumahnya, kami berharap bahwa ia akan ikut ke Bromo sesuai
planning di tengah jalan tersebut. Namun ternyata ia tidak bisa lantaran ada
janji dengan temannya di sore hari. Kami mencoba merayu serayu mungkin agar ia
mau diajak ke bromo, namun sia-sia. Kami tetap akan ke bromo bertiga, sesuai
planning di tengah perjalanan. Sambil menunggu matahari mencondong ke barat,
kami istirahat sejenak di rumah teman kami.
Tuhan memang maha membolak-balikkan hati, ya. Di tengah-tengah
istirahat, sebuah ide tanpa duga muncul lagi, perubahan rencana yang sebelumnya
ke Bromo, diganti dengan ke wisata Air Terjun Tumpak Sewu yang instagramable
banget. Kami sama-sama menyepakatinya, dan teman kami ikut sehingga rombongan
menjadi lima orang. Jadi, sekarang jadwalnya adalah menuju ke Air Terjun Tumpak
Sewu, sedangkan ke Bromonya diganti besok pagi.
Setelah semua persiapan selesai, kami pamit ke orang tua
teman kami untuk melanjutkan perjalanan menuju Air Terjun Tumpak Sewu. Perjalanan
di estimasi dua jam perjalanan. Kami berangkat dengan modal semangat. Kami melewati
jalanan dengan biasa-biasa aja. Namun setelah agak lama bersepeda, sekitar dua
jam perjalanan, kami mulai kebingungan, saling bertanya “masih jauh kah?”. Pertanyaan
itu menghantui masing-masing pikiran kawan kami. Perjalanan sudah jauh, kami
memutuskan untuk lanjut saja. Lagi-lagi jalanan macet karena ada proyek
pelebaran jalan. Kami sudah capek, gak nentu tujuan juga, ditambah sedikit
macet. Namun kami tetap menerobosnya, dengan harapan dibonusi indahnya Tumpak
Sewu.
Akhirnya sebuah papan tertulis “air terjun tumpak sewu 6 KM”.
Aku bersyukur lega. Tinggal 6 kilometer perjalanan. Sebelum sampai di lokasi,
kami berhenti di Alfamart. Kawanku ada yang pipis, ambil uang di ATM, dan
belanja di Alfamart tersebut sambil istirahat sebentar. Kami pun meneruskan
perjalanan hingga akhirnya bertemu pintu gerbang Tumpak Sewu di sebelah kiri
jalan.
Kami pun sampai, dan memarkir seped motor sekaligus
membayar tiket masuk. Kami baru sadar bahwa satu pedal sepeda motor kawan kami,
hilang satu. Menurut kawanku yang bersepeda di belakang, ia mengetahuinya
ketika jatuh, namun karena sedang ngebut, kawanku gak sempat mengabarinya. Kami
pun saling tertawa melepas penat perjalanan serta kekonyolan kawan kami itu.
Kami mulai melangkahkan kaki menuju Tumpak Sewu. Jalanan kanan
kiri dihiasi kebun salak yang merupakan khas daerah Pronojiwo. Jalanan cor
mulai menurun hingga akhirnya betul-betul sampai di Air Terjun Tumpak Sewu. Lagi-lagi
kami agak sedikit kecewa, sebab lokasi wisata mulai berkabut dan panorama
pemandangan yang instagramable tersebut tidak maksimal menampakkan pesonanya. Sudah
menempuh perjalanan jauh, panorama malah berkabut. Ada rasa penyesalan, kenapa
kok ndak ke bromo aja ya, dengan perjalanan yang sama-sama jauhnya.
Setelah
puas menonton pemandangan kabut, kami pun melanjutkan untuk pulang. Ditengah
perjalanan, kami diserang oleh malam dan dingin. Ditambah jalanan piket nol
yang berliuk-liuk nan dingin, penerangan minim, dan jalanan sepi, kami
diharuskan untuk bersepeda dengan santai.
Setelah
kami berjalan seharian, kami merasa capek dan tidur. Sehingga tulisan ini hanya
cukup sampai disini.

Komentar
Posting Komentar