Kawah ijen 2019 via Bondowoso

KAWAH IJEN 2019



Satu minggu sebelum tanggal 4 Agustus 2019, kami merencanakan akan ke kawah ijen. Awalnya, disepakati bahwa kami akan berangkat malam hari dari kota Jember. Satu hari sebelum hari H, seorang kawan kami mengusulkan untuk berangkat sore saja, mengingat jalanan sepi khawatir terjadi apa-apa di jalan. Namun ketika hari H, salah satu kawan kami masih berada di rumahnya dan baru tiba di jember sore hari. Kami pun memutuskan berangkat selepas maghrib meskipun ketika berangkat menuju arah Bondowoso di waktu adzan isya. Kami berangkat ke Kawah Ijen melalui jalur Bondowoso.
Sekitar pukul 20.00 wib, kami tiba di Alun-alun Bondowoso. Kami memutuskan untuk istrahat sejenak sembari menyeruput kopi. Kami mengobrol apapun yang bisa dibincangkan, hingga sekitar pukul 21.30 wib. Setelah kopi-kopi tinggal ampasnya, pertanda kami harus melanjutkan perjalanan tanpa lupa untuk membayar kopi yang telah menyusuri kerongkongan kami. Selama perjalanan, jalan Nampak sepi sehingga lancar. Meskipun lancar, kami mencoba untuk tidak mengebut. Jalanan semakin menanjak, begitu pula udaranya yang semakin mendingin.
Kami tiba di pos pemeriksaan pertama sekitar pada pukul 22.30 wib. Setelah mengisi absen kami beristirahat sejenak sembari menambah jaket yang diharap menghangatkan tubuh. Beberapa kawan kami melepaskan air kencingnya di toilet yang tersedia. Setelah istirahat dirasa cukup, kami melanjutkan perjalanan. Kini selain jalanan nanjak, jalanan juga berliku hingga tikungan yang tajam. Dingin, nanjak, tikungan tajam menemani perjalanan kami hingga sampai di gerbang pendakian Kawah Ijen. Kami sampai sekitar pukul 23.45 wib.
Seberes memarkirkan kendaraan, kami berjalan-jalan kecil untuk mengenal suasana gerbang pendakian. Beberapa penjual penutup kepala dan sarung tangan menghampiri kami untuk menawarkan dagangannya. Karena harganya dirasa agak mahal, kami mengurungkan untuk membeli. Jarum jam senantiasa berputar, detik demi detik hingga menit. Begitu juga dengan suhu udara, semakin malam semakin dingin. Kami memutuskan untuk mencoba menawar penutup kepala yang akhirnya setelah melewati proses tawar menawar kami dapat dengan potongan harga Rp. 5.000.
Pukul 01.00 wib pada 5 Agustus 2019, jalur pendakian di buka. Masing-masing dari kami membayar tiket sebesar Rp. 5.000, karcis sepeda Rp. 5.000. Setelah menunjukkan tiket kepada petugas, kami dipersilahkan untuk mendaki. Jalanan cukup menanjak, embun semakin mendingin, dan jalur pendakian semakin rame oleh touris maupun lokal. Kami berjalan sesantai mungkin, salah satu kawan kami harus menghentikan langkah kami ketika dia merasa capek. Selama perjalanan, kelompok kamilah yang paling sering berhenti sehingga harus menempuh perjalanan kurang lebih tiga jam perjalanan. Ditengah perjalanan, taksi pun semakin banyak menyalip kami. Taksi tersebut digunakan oleh pendaki yang merasa kurang mampu untuk mendaki. Taksi tersebut di dorong oleh satu orang dan ditarik oleh dua orang, dengan nafas agak ngos-ngosan tentunya. Selama perjalanan, tidak ada kendala yang berarti.
Kami pun tiba di puncak, banyak orang-orang yang menawari sewa masker sebab untuk melihat blue fire harus menggunakan masker khusus. Namun, dikarena capek, kami memilih istirahat dan tidak melihat blue fire. Selama nunggu pagi, kami sangat merasa tersiksa oleh dingin. Istirahat pun tidak nyaman apalagi nyenyak. Anehnya salah satu kawan kami menikmati istirahat sambil mengorok. Kami merasa bersyukur karena tidak jadi berangkat sore, kami tidak tahun seluntang-lantung apa disana. Kami juga bersyukur karena kawan kami banyak istirahatnya, sehingga tidak terlalu lama disiksa dingin di puncak.

Dingin semakin mendingin ke tulang-tulang. Beberapa kawan kami berjalan-jalan ke sekitar dan menemukan perapian, tepatnya tong bakar sampah. Kami sedikit terbantu oleh hangatnya, meskipun sedikit tapi Alhamdulillah.
Akhirnya, fajar mulai terbangun dari ufuk tidurnya. Cahaya merah menyemburat muncul di arah terbitnya sang fajar. Beberapa kawan mengabadikan warna jingga kemerahan tersebut menggunakan kamera ponsel, beberapa kawan masih menikmati api di tong pembakaran sampah. Setelah hari benar-benar terang, kami menuju tempat yang agak lebih tinggi untuk mengeksplor keindahan kawah ijen.

Kami sangat puas, perjalanan yang cukup jauh, dingin yang menyengat, dan perjalanan yang mencapekkan dibayar lunas dengan sebagian keindahan pegunungan ijen yang begitu memukau. Kami berada di atas awan sembari melihat-lihat pegunungan yang tertimpa sinar fajar yang kekuningan. Setelah dirasa puas, kami pun melanjutkan untuk pulang ke Jember. Serentetan perjalanan yang semalamnya hanya diliputi gelapnya malam, kini tampak kanan kiri pemandangan hijau, pegunungan, tebing-tebing, dan kebun kopi.
Kami pulang dengan selamat, dengan membawa lelah dan kantuk. Oleh sebabnya kami harus tidur karena capek.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MORFOSINTAKSIS

kenapa harus memlih pmii?

Merindukan seorang kekasih